Sekitar 4,5 abad yang lalu sebelum adanya kota Ponorogo, ada
sebuah Kademangan bernama Surukubeng terletak di desa Kutu Kecamatan Jetis.
Saat itu berada dalam kekuasan kerajaan Majapahit di bawah Prabu Brawijaya V.Ki
Demang bernama Gedhe Kethut Suryongalam biasa disebut Ki Ageng Kutu.
Menurut cerita Ki Ageng Kutu Tinggi besar orangnya, berkulit
hitam, mata tajam dan sifatnya keras. Sentosa akal budinya, tebal kulitnya
(sakti), besar tekadnya dan berani menghadapi bahaya. Mempunyai banyak ilmu
kesaktian. Beliau mempunyai 2 keris sakti bernama Kyai Jabardas dan Kyai
Condong Rawe atau Rawe Puspita.
Ki Ageng Kutu Mengkritik Majapahit Melalui Seni Reyog
Pada masa ki Ageng Kutu,kerajaan Majapahit mengalami
kemunduran. Banyak wilayah memisahkan diri sehingga kerajaan yang pernah
menguasai Nusantara ini seakan tinggal nama. Ki Ageng Kutu lalu membuat sebuah
bentuk kesenian sebagai bentuk protes dan sindiran kepada raja Majapahit.
kesenian itu kemudian disebut kesenian Reyog. Adapun makna dari kesenian reyog
- Dadak merak atau kepala harimau yang dinaiki burung merak: Perlambang raja yang dikuasai oleh permaisuri. Raja yang seharusnya tegas seperti harimau tak berdaya karena dikendalikan istrinya yang keturunan bangsa asing (Campa)
- Jathilan/jaranan: Dahulu penari jathil ini adalah laki laki yang dirias seperti wanita. Maknanya adalah sindiran bahwa prajurit Majapahit di anggap tidak becus berperang dan hanya berlenggok lenggok seperti perempuan.
- Bujangganong: Sosok rakyat kecil yang jungkir balik mencari nafkah. Dia selalu berloncatan di hadapan raja berharap mendapat perhatian atas penderitaanya
- Warok: Sosok orang Ponorogo yang berteriak teriak atas keadaan negara yang kacau, hanya bisa memperingatkan melalui ucapan karena jika menggunakan kekerasan berarti memberontak.
Ket: Untuk versi legenda yakni kisah Putri Bantarangin dan
penjelasan ilmiahnya akan kami posting pada postingan berikutnya.
(SETENPO)